• adminbakti
  • 28 August 2023

Side Event FFKTI IX: Bunga Rampai Advokasi Akses Layanan Dasar bagi Masyarakat Adat

Side Event Program Mitra Nasional INKLUSI (Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif/INKLUSI) – Kemitraan 

Pembicara:

  1. Heriyanto – Kepala Desa Moa Kecamatan Kulawi Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah
  2. Hermina Mawa – Masyarakat Adat Rendu, Desa Rendu Butowe, Nagekeo, NTT
  3. Ridi Hadambewa – Ketua Lembaga Adat Desa Kalamba, Sumba Timur, NTT
  4. Suriadi – Kader Pendidikan Dusun Bara Bonto Somba, Maros Sulawesi Selatan

Moderator: 
Widya Anggraini - Kemitraan 
 
Kemitraan dalam Program INKLUSI melakukan pendampingan terhadap masyarakat adat dan etnis minoritas di tujuh provinsi. Program ini juga melibatkan sepuluh CSO yang sudah mulai melakukan pendampingan sejak 2022. Program yang bernama ESTUNGKARA ini bertujuan untuk mendorong pemenuhan hak kewarganegaraan bagi kelompok adat khususnya perempuan, anak dan disabilitas. ESTUNGKARA mendorong terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender melalui peningkatan ekonomi serta penguatan kapasitas dan edukasi terkait pendekatan GEDSI untuk mendukung posisi perempuan adat agar setara dengan kaum laki-laki dalam tatanan masyarakat. 
 
Masyarakat Adat Rendu, Desa Rendu Butowe, sejak 2015 menolak pembangunan waduk, namun pembangunan waduk tetap berjalan. Berbagai cara telah ditempuh, termasuk menyurat kepada menteri terkait dan presiden. Hermina Mawa adalah salah satu tokoh perempuan yang memobilisasi penolakan, termasuk demonstrasi yang menyebabkan ia dan beberapa tokoh masyarakat diintimidasi hingga ditangkap polisi. 
 
Hermina Mawa melibatkan perempuan dalam gerakan penolakan pembangunan waduk. Walaupun sampai saat ini waduk tetap dibangun, setidaknya menurut perempuan yang biasa disapa Mama Mince ini para perempuan telah tahu hak-hak mereka, termasuk berusaha untuk mendapatkan hak-hak untuk mengakses layanan. 

Sementara di Desa Kalamba, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Ridi Hadambewa yang merupakan ketua adat, menjadi motor masyarakat adat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, seperti mengakses layanan sosial. Sebagai ketua adat, Ridi Hadambewa menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam proses-proses pembangunan agar masyarakat dapat mengusulkan kebutuhannya. 
 
Kepala Desa Moa, Kecamatan Kulawi Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah – Heriyanto, adalah contoh kepala desa yang mengakomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat adat di dalam perencanaan dan pembangunan desa. Bagi Heriyanto, masyarakat adat mempunyai tata aturan dan kekuatan, karenanya mereka harus dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, termasuk pelibatan perempuan dalam pengelolaan hutan adat. 
 
Menurut Heriyanto, sistem adat dan lembaga adat sangat kuat, maka perlu menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa adat dan pengelolaan hutan adat. Masyarakat adat dan lembaga harus diperkuat, termasuk pelibatan perempuan dalam lembaga adat, sehingga semua pihak di wilayah adat ikut serta dalam pembangunan desa adat. Di desa adat juga telah melibatkan disabilitas dalam pembangunan. 
 
Di pihak lain, Suryadi adalah seorang kader pendidikan di Dusun Bara, Desa Bonto Somba, Maros, yang menggerakkan pendidikan di desa adat. Suryadi berinisiatif mengumpulkan anak-anak di dusun dan memulai pembelajaran di bawah kolong rumah warga. Atas dukungan SCF, lembaga yang bekerja sama dengan Kemitraan, Suryadi menghubungi Dinas Pendidikan Maros. Akhirnya, anak-anak didikan Suryadi itu menjadi bagian dari kelas di SD Inpres 238 Maros, sehingga dapat mengikuti ujian sekolah dasar. 
 

Highlights side event ini dapat Anda saksikan pada video berikut: