Praktik Cerdas di FFKTI IX: Sistem Pertanian Terintegrasi di Kupang, NTT

Presenter: 
Gestianus Sino, Direktur GS Organik 
Kristiani Paskalita Pati, Bendahara dan Manajer Mutu GS Organik 
Herman Sura, Sekretaris Umum GS Organik 

Fokus pada potensi, jadikan tantangan sebagai peluang. Kalimat ini kurang lebih menggambarkan bagaimana Gestianus Sino (Gesti) membangun sistem pertanian terintegrasi di Kupang. Tantangan demi tantangan ia taklukkan, mulai dari mengolah lahan berbatu karang hingga menjadikannya sistem pertanian terintegrasi yang berdampak pada ekonomi, sosial, dan lingkungan. 

Gesti mengawali kisahnya pada 2011 saat tamat kuliah jurusan pertanian di Universitas Nusa Cendana Kupang. Saat itu ia memiliki lahan 1000-meter persegi namun 90% lahan tersebut berbatu karang. Ini bukan hal baru karena topografi wilayah Nusa Tenggara Timur terutama yang berada di Pulau Timor 90% nya berupa karang. Tak hanya itu, kondisi iklim yang kering dan minim sumber air semakin melengkapi masalah untuk mengembangkan pertanian. 
 
Alih-alih terjebak dengan masalah-masalah yang ada, Gesti memilih fokus dengan apa yang bisa ia lakukan sesuai kemampuan yang ia miliki. Sebagai sarjana pertanian, Gesti memahami prinsip dasar bercocok tanam. Tanah yang sehat dan kaya unsur hara adalah kunci agar tanaman bisa tumbuh subur. Maka mulailah ia melakukan rekayasa lahan dengan cara membongkar tanah berbatu karang hingga kedalaman 40 cm untuk diisi humus yang merupakan campuran tanah dan pupuk yang ia buat sendiri dari limbah lokal seperti kotoran ternak dan rumput liar. Ia membayangkan bertani di lahan batu karang seperti menanam bunga di pot raksasa. Proses ini ia kerjakan sendiri petak demi petak, hari ke hari, selama dua tahun. 
 
Gesti memulai pertanian hortikultura dengan menanam pepaya, kemudian kangkung dan bayam. Awalnya tanaman kebun ini hanya untuk konsumsi sendiri, namun ternyata ia mengalami produksi berlebih. Gesti pun mulai menawarkan hasil kebunnya ke hotel-hotel. Saat itulah, permintaan sayur semakin bertambah ke jenis sayuran lainnya seperti kailan, brokoli, dan pakchoy. Meski terdengar asing, ia mau mencoba menanam sayuran-sayuran itu. Hingga kini terdapat 20 jenis sayuran yang sudah ia hasilkan. 

Untuk kebutuhan air, Gesti membuat sumur bor. Alhasil stok air justru berlebih untuk kebutuhan di kebunnya saja. Ia pun mulai membuat kolam dan mengembangkan budidaya ikan lele. 

Pertanian organik terintegrasi adalah pola pertanian yang sejak awal Gesti kembangkan. Pola ini berbasis zero waste agriculture. Hampir tidak ada spesies yang terbuang karena semuanya saling menguntungkan. Rumput liar dan kotoran ternak (sapi, kambing, ayam) diolah menjadi pupuk, pun limbah sayuran juga diolah menjadi pupuk cair. Bahkan dengan adanya 20 jenis sayuran juga membantu untuk membasmi mikroba yang menyerang sayuran. Menurut Gesti jenis hama tiap tanaman berbeda-beda. Untuk menghalau hama tersebut, ia melakukan rotasi tanam jenis sayuran setiap minggunya. 
 
Pada akhirnya, konsep pertanian organik terintegrasi ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan. Dari aspek sosial, produk pertanian organik yang segar dan sehat turut menyumbangkan bahan makanan yang sehat pula untuk orang-orang di sekitar. Dari aspek lingkungan, penggunaan bahan organik turut menyumbang berkurangnya penggunaan bahan kimia dan lebih aman bagi pekerja. Sementara itu zero waste agriculture merupakan prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. 

Selain inovasi menyulap lahan karang menjadi lahan subur, kunci lainnya dalam mengembangkan pertanian adalah kolaborasi. Menurutnya, bertani juga perlu bermitra dengan semua pihak seperti pemerintah, lembaga keuangan, LSM, dan lainnya. 

Kini, Gesti dengan GS Organik menjadi tempat belajar bagi siapa pun yang ingin mengembangkan pertanian, mulai dari pelajar SMK hingga mahasiswa. Pesannya, bertani bukan soal bisa atau tidak bisa, melainkan mau atau tidak mau. 

Di akhir presentasinya, iya menyerukan anak muda untuk tidak takut bertani. “Anak muda ayo bertani!”

Presentasi praktik cerdas GS Organik di Festival Forum KTI IX tersedia YouTube Yayasan BaKTI