• adminbakti
  • 07 April 2022

Empat Anak Muda Menginspirasi, Mematahkan Bias, Hadirkan Perubahan

Dalam semangat peringatan Hari Perempuan International (International Women’s Day) yang jatuh pada tanggal 8 Maret dan tahun ini mengangkat tema global #BreakTheBias, Yayasan BaKTI kembali menggelar  Diskusi Inspirasi BaKTI virtual seri ke-2 pada tanggal 24 Maret 2022 secara daring via Zoom dengan topik “Mematahkan Bias, Hadirkan Perubahan”.  Acara yang dikemas dalam bentuk Talkshow ini diawali dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan pengantar oleh Lusia Palulungan sebagai moderator sekaligus memandu acara talkshow tersebut.

Hadir sebagai narasumber empat orang anak muda keren yakni Nurul Amaliah (Petugas Pendamping Korban UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan); Nabila May Sweetha (Manager Produksi Pengetahuan Yayasan PerDIK Sulawesi Selatan); Olyvia Jasso (Founder The Mulung Ambon); dan Githa Anasthasia (CEO Arborek Dive Center Sustainable Tourism Consultant).

1

Nurul Amaliah, Petugas Pendamping Korban UPT PPA (Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak) Provinsi Sulawesi Selatan. Sehari-hari berhadapan dengan berbagai jenis korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di UPT PPA Sulawesi Selatan. Nurul memiliki peran penting dalam kegiatan pendampingan maupun pemulihan korban. Menerima keluhan atau masalah yang dialami korban, pendampingan korban dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan dan pelayanan psikologis. Dari peran penting yang dijalankan tersebut, menjadi pendamping korban kekerasan perempuan dan anak bukan hal yang mudah, karena disamping harus memiliki integritas dan tak jarang pula mengalami banyak tekanan dari berbagai pihak. 

Nabila May Sweetha, Manager Produksi Pengetahuan Yayasan PerDIK (Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan) Sulawesi Selatan. Di tahun 2014, Nabila mengalami kebutaan yang disebabkan oleh virus bernama tourch plasma. Namun kebutaan tak menghentikan semangatnya, Nabila mengukir sejumlah prestasi, khususnya di bidang kepenulisan. Nabila menulis sejumlah novel dan pada pertengahan tahun 2018 dia terlibat dalam kegiatan Social Justice Youth Camp (SJYC) yang diadakan oleh Indonesia Social Justice Network (ISJN) bekerja sama dengan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) dan akhirnya bergabung sebagai Manager Produksi Pengetahuan.  Sampai saat ini, Nabila masih bergerak dalam ranah aktivisme serta aktif menulis tentang kerentanan perempuan khususnya penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual. 

Olyvia Jasso, Founder The Mulung Ambon. Perempuan asal Ambon, Maluku, yang lahir dan besar di alam Maluku mendirikan The Mulung. The Mulung adalah suatu gerakan kebersihan lingkungan yang berangkat dari kekhawatiran akan semakin maraknya kerusakan lingkungan karena sampah plastik.  Sebagai sosok yang sedari kecil dekat dengan alam, hidup di pinggir pantai dan makan dari hasil laut, ia merasa sudah menjadi kewajibannya untuk terus menjaga dan merawat alam. Di The Mulung, Olyv bersama teman-teman turun langsung untuk memungut sampah di Kota Ambon. Aktivis lingkungan ini pun harus menghadapi stereotip masyarakat tempat ia bertumbuh, yang melihat anak muda mesti fokus untuk kerja dan kuliah, bukan memungut sampah. Stigma tersebut tidak menghalangi Olyv untuk tetap bergerak. Ia memilih menyelesaikan keresahannya atas menggunungnya sampah dan tercemarnya alam. Ia pun berharap supaya The Mulung bisa membawa perubahan terhadap pribadi orang-orang sehingga bijak dalam menggunakan plastik dan juga selalu membuang sampah pada tempatnya. Hal-hal sederhana tapi bisa sangat membantu. Saat ini Olyv juga aktif sebagai content creator di Kota Ambon yang aktif mengkampanyekan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan.  Olyv memiliki ambisi besar untuk mengubah semua anak muda di Maluku agar lebih peduli dengan lingkungan dan ia yakin akan berhasil. 

Githa Anasthasia, CEO Arborek Dive Center Sustainable Tourism Consultant. Salah satu diver perempuan yang berasal dari tanah Jawa yang kini mantap menetap di Arborek, Raja Ampat, Papua Barat. Berawal dari kecintaan Githa terhadap dunia diving yang tidak hanya membawanya menyusuri keindahan bawah laut Arborek saja, melainkan juga berhasil mengantarkan Githa mendirikan Arborek Dive Shop. Arborek Dive Shop selain menyediakan program diving, juga membantu memasarkan produk kerajinan tangan karya warga Arborek. Produk kerajinan tangan tersebut antara lain berupa topi dan juga tas yang otentik dari Raja Ampat. Arborek Dive Shop bukan sekedar lembaga diving biasa, Githa selaku founder mengusung konsep bisnis sociopreneur, di mana Githa memilih memasukkan prinsip-prinsip Community Based Tourism sebagai acuan dalam mengaplikasikan program diving yang ditawarkan kepada wisatawan. Tidak sampai di situ, bentuk lain dari penerapan Community Based Tourism yang digagas Arborek Dive Shop adalah ketika Githa bersama timnya mengadakan berbagai pelatihan dan sosialisasi yang ditujukan kepada perempuan dan anak-anak di Arborek. Sosialisasi maupun pelatihan tersebut merupakan upaya untuk memberdayakan perempuan dan anak-anak agar semakin terlatih saat terlibat langsung di dunia pariwisata.  Adapun, program yang belakangan ini sedang dirintis oleh Githa melalui keterlibatannya di Arborek Dive Shop adalah menghidupkan kembali komunitas penyelam khusus perempuan yang digagas bersama kawannya. 

Dari cerita keempat perempuan muda inspiratif ini, diharapkan mampu menyadarkan dan mendorong semua orang untuk mematahkan bias gender yang dialami perempuan di berbagai ranah maupun lingkungan sekitar. Sebanyak 85 orang hadir dalam acara ini terdiri dari 19 laki-laki (22.4%) dan 66 perempuan (77.6%) berasal dari NGO/CSO, komunitas, pemda, akademisi dan masyarakat umum.

1

Tonton ulang diskusi Inspirasi BaKTI "Mematahkan Bias, Hadirkan Perubahan" melalui YouTube Channel https://www.youtube.com/watch?v=1U-Ja8fAV3s