• adminbakti
  • 06 December 2023

Aksi Kolektif Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari Disabilitas Internasional 2023

16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Hari Disabilitas Internasional diperingati setiap tahun, untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa, dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, terdapat kelompok-kelompok yang mengalami diskriminasi, kekerasan, dan marginalisasi.

Perempuan bukanlah kelompok minoritas, tetapi mereka termasuk kelompok rentan dan marginal, karena itu kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi, walaupun sejumlah upaya telah dilakukan, mulai dari pembentukan instrumen kebijakan, sosialisasi untuk pencegahan, hingga penanganan korban. 

Penyandang disabilitas juga bukan kelompok minoritas, dan berada di tengah-tengah masyarakat. Namun, dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, disabilitas mengalami stigma dan ableis, sehingga diskriminasi terhadap disabilitas terus berlangsung hingga saat ini. 

 Pengakuan hak-hak penyandang disabilitas secara internasional baru dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2006 dengan mengadopsi Konvensi Hak-Hak Orang dengan Disabitas. Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi tersebut tahun 2011, dan pada tahun 2016 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Sebagai pemerintah di daerah, Pemerintah Kabupaten Maros sudah cukup maju dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, misalnya pembentukan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan, Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak, Peraturan Daerah mengenai Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Bagi Penyandang Disabilitas, dan sejumlah peraturan lainnya.

Pada pelaksanaan Aksi Kolektif Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari Disabilitas Internasional 2023 Bupati Maros melantik Komisioner Komisi Daerah Disabilitas (KDD) Kabupaten Maros dan Pendamping Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan Kabupaten Maros. KDD Kabupaten Maros yang mungkin merupakan Komisi Daerah Disabilitas pertama di tingkat kabupaten. Proses pembentukan KDD juga telah dilakukan secara terbuka melalui seleksi. Demikian juga keanggotaan KDD yang terdiri dari disabilitas dan non disabilitas. 

Empat dari tujuh komisioner KDD adalah penyandang disabilitas. KDD Kabupaten Maros adalah komisi pertama yang dibentukdi tingkat kabupaten/kota, di mana proses pembentukanya dilakukanoleh tim seleksimelalui beberapa tahap, yaitu pendaftaran, seleksi administrasi, wawancara, hingga keputusan tim seleksi.

Tujuh komisioner KDD Kabupaten Maros yang dilantik adalah sebagai berikut.

  1. Husain (Penyandang Disabilitas).
  2. Meilany (Non Disabilitas).
  3. Syahirah (Penyandang Disabilitas).
  4. Indrawati (Non Disabilitas).
  5. Bayu Lesmana(Non Disabilitas).
  6. Muhammad Ali (Penyandang Disabilitas).
  7. Fatmawati (Penyandang Disabilitas).

Pembentukan KDD adalah amanah Peraturan Daerah Kabupaten Maros No. 6 Tahun 2018 tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Bagi Penyandang 

“Paling pertama yang kami lakukan adalah bagaimana agar dapat terpenuhi pemenuhan hak-hak disabilitas seperti akses pendidikan, peluang kerja. Teman disabilitas punya potensi, kemampuan, punya keinginan untuk berusaha, yang dibutuhkan adalah memberikan akses bagi mereka.”

Di Kabupaten Maros terdapat 12 desa percontohan untuk desa inklusif dan berdasarkan hasil pendataan terdapat 500 warga yang disabilitas. Harapan besar diberikan kepada pemerintah desa sebagai garda terdepan untuk mewujudkan layanan inklusif bagi teman disabilitas. Untuk itu, dalam proses Musrenbang, akan dibuka seluas-luasnya bagi siapapun termasuk kelompok rentan, marginal dan disabilitas untuk berpartisipasi, memastikan hak-hak, suara mereka didengar dan pembangunan yang melibatkan semua warga, “Tak Ada Satupun yang Tertinggal dalam Pembangunan.”

“Saya atas nama pemerintah Kabupaten Maros menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Program INKLUSI, para pendamping  ULD yang selama ini memberikan penyadaran dan pendampingan kepada masyarakat” ucap Bupati Maros di akhir sambutannya. 

Pada peringatan HaKTP dan Hari Disabilitas Internasional di Maros tahun ini, akan dilaksanakan Talkshow mengenai Layanan Publik yang Inklusif dengan pembicara kunci Bupati Maros, H.A.S. Chaidir Syam.

Pembicara lainnya dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut.
●    Husain, Ketua Forum Disabilitas Maros, yang menyampaikan pikiran mengenai Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
●    Monita,    Ketua    Kelompok Konstituen Tanete, yang menyampaikan pengalaman dalam mendorong Layanan yang Inklusif.
●    Khadijah, Kepala Sekolah PAUD Sudirman, menyampaikan informasi mengenai Pelaksanaan Pendidikan Inklusif.

Sedangkan penanggap dalam Talkshow tersebut adalah sebagai berikut.
●    Idrus, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Maros.
●    A. Zulkifli Riswan Akbar, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Maros.
●    Nuryadi, Kepala Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Maros Kabupaten Maros
●    H. Suwardi, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Maros.
●    Hj. Rahmawaty, Kabid PAUD dan PNF, Dinas Pendidikan Kabupaten Maros

Program INKLUSI-BaKTI bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Maros untuk penguatan kelembagaan terkait dengan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, dan pemenuhan hak-hak disabilitas, yang ada. Ini untuk mendukung salah satu visi Pemerintah Kabupaten Maros, yakni pelayanan publik yang inklusif.

Pelayanan publik yang inklusif bukan hanya untuk kelompok rentan, marginal, dan minoritas, tetapi itu adalah layanan universal untuk semua. Layanan yang tidak membeda-bedakan umat manusia, dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia. 

Saya berharap kita semua yang hadir di sini adalah individu dan kelompok yang peduli dan berjuang untuk kehidupan yang setara dan inklusif. 

Tentang Kampanye 16 HAKTP 

Kampanye ini pertama kali digagas oleh Women's Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women's Global Leadership. Setiap tahunnya kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 29 November Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia,  1 Desember Hari AIDS Sedunia, 2 Desember Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan, 3 Desember Hari Internasional bagi Penyandang Disabilitas, 5 Desember Hari Internasional bagi Sukarelawan, 6 Desember Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan, 9 Desember Hari Pembela HAM Sedunia hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional.  Di Indonesia Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (K16HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2001.

Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM. serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.

16HAKTP 2023
Di tahun 2023, Kampanye 16 HAKTP berfokus pada urgensi untuk mendorong berbagai berbagai pihak, elemen masyarakat serta khususnya penegak hokum untuk mengenali peraturan, kebijakan dan perundang-undangan yang melindungi perempuan korban kekerasan yang telah tersedia. Maka tema dan pesan yang diusung dalam kampanye tahun ini adalah:

Kampanye 16 HAKTP juga dilakukan secara online dan menggunakan hashtag: "Kenali Hukumnya, Lindungi Korban.” Kampanye 16 HAKTP juga dilakukan secara online dan menggunakan hashtag: #GerakBersama #Kenali Hukumnya, Lindungi Korban #LindungiKorban #SemuaTerlibat

Meski Indonesia telah memiliki berbagai aturan hukum yang memberikan jaminan perlindungan hak-hak perempuan korban kekerasan seperti UndangUndang (UU) No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH), maupun UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 12 Tahun 2022 tentang UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan lain-lain.

Namun, faktanya penerapan kebijakan dan UU tersebut masih banyak mengalami kendala dalam penerapannya. Untuk it Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak baik aktivis HAM perempuan, Pemerintah maupun masyarakat secara umum.