• adminbakti
  • 22 November 2020

Konferensi Pengakhiran Program MAMPU "Perempuan Mampu, Indonesia Maju!"

Jalan mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia masih menemui beberapa tantangan, diantaranya dapat dilihat pada tingkat partisipasi politik dan kesempatan berkontribusi aktif dalam pembangunan yang disebabkan salah satunya karena adanya nilai-nilai patriarki dan konstruksi sosial di masyarakat.  Indeks Pembangunan Gender atau IPG di tahun 2010 sebesar 89,42 meningkat menjadi sebesar 90,99 di tahun 2018, walau terjadi peningkatan namun hal ini mengindikasikan masih terjadinya kesenjangan gender pada hasil pembangunan dan memperlihatkan progres yang sangat lambat. Sementara itu Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) pada tahun 2010 sebesar 68,15 dan meningkat menjadi 72,10 di tahun 2018, dengan progres kenaikan sebesar 3,95 ini menunjukkan belum maksimalnya peran perempuan dalam pembangunan politik dan ekonomi. Menurut Gender Equality Index yang dikeluarkan oleh UNDP, Indonesia berada pada tingkat 103 dar 162 negara atau terendah ketiga se ASEAN.

Berbagai data di atas menunjukkan realita yang ada di lapangan di mana perempuan masih tertinggal di belakang laki-laki baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi hingga keterwakilan dalam politik. Upaya pemerintah untuk menanggulangi hal ini akan lebih optimal dengan dukungan berbagai unsur masyarakat.  Kehadiran Program MAMPU sebagai gerak dan upaya bersama mendorong tercapainya kesetaraan gender yang selama 8 tahun terakhir telah digelorakan sebagai perjuangan memberdayakan perempuan. Sejak 2012, Program MAMPU telah mendukung organisasi masyarakat sipil dan organisasi yang tertarik pada isu gender untuk berkoalisi dengan masyarakat, eksekutif, legislatif dan sektor swasta untuk mendorong perubahan berbasis bukti.

MAMPU adalah kemitraan Pemerintah Australia (DFAT) dan Pemerintah Indonesia (BAPPENAS), yang bertujuan untuk meningkatkan akses perempuan miskin Indonesia terhadap layanan penting dan program pemerintah, dan mendukung pencapaian target-target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang terkait. Bagi Program MAMPU, pemberdayaan perempuan adalah tujuan sekaligus cara untuk mencapai tujuan tersebut.

MAMPU menjangkau perempuan yang terpinggirkan dengan bekerja bersama organisasi masyarakat sipil, Mitra MAMPU, untuk memberdayakan perempuan dan memengaruhi kebijakan pemerintah di tingkat daerah dan nasional. MAMPU memperkuat kapasitas Mitra, memperluas jaringan mereka dan menghubungkan mereka dengan pemangku kepentingan strategis dan pembuat kebijakan. Mitra MAMPU mengadvokasi perubahan, yang secara langsung mendukung komitmen Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan mengembangkan sejumlah ‘model’ dan pendekatan yang menjanjikan.

Tahun ini menandai selesainya Program MAMPU dimana banyak capaian dan perubahan telah diraih baik di tingkat komunitas, daerah, maupun nasional. Hasil ini telah membawa perubahan positif di mana kapasitas, suara dan pengaruh perempuan, serta akses mereka ke layanan meningkat. Sekretariat Program MAMPU bersama seluruh mitra nasional dan daerah berencana mengadakan konferensi penutupan program di mana perjalanan 8 tahun Program MAMPU dirancang secara strategis dan dikemas secara menarik menampilkan dan merayakan pencapaian utama Program.

Konferensi Penutupan Progam MAMPU dilaksanakan secara virtual via Zoom selama dua hari di tanggal 8-9 Oktober lalu, mengumpulkan para aktor pelaku perubahan dalam pemberdayaan perempuan dan memperjuangkan kesetaraan gender, terutama dalam mempersiapkan dan membangun jaringan mitra, meningkatkan suara dan pengaruh mereka terhadap kebijakan strategis, dan membuka akses yang lebih besar ke layanan bagi perempuan, terutama perempuan miskin dan kelompok rentan lainnya.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Team Leader Program MAMPU, Kate Shanahan menyampaikan bahwa Program MAMPU telah bekerja sama dengan 13 OMS di tingkat nasional, 100 mitra lokal di 1000 desa. Menjangkau 27 provinsi, 147 kabupaten/kota dengan 3 fokus besar yaitu: kapasitas dan kesiapan untuk hasil kolektif untuk pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Sistem informasi MAMPU berhasil mengumpulkan lebih dari 600 cerita perubahan perempuan di 132 kabupaten/kota, baik perubahan di tingkat Individu maupun tingkat komunitas.

Dalam perjalanan 8 tahun, Program MAMPU dan para mitra telah membentuk lebih dari 3000 kelompok lokal di tingkat Desa. Pada periode 2017 – 2020, MAMPU telah berkontribusi terhadap 702 keputusan kebijakan di tingkat lokal dan nasional diantaranya undang-undang baru dalam meningkatkan perlindungan pekerja migran serta undang-undang Perkawinan tahun 74 yang bersejarah terjadi perubahan di tahun 2019 untuk batas usia perkawinan perempuan yang sebelumnya 16 tahun menjadi 19 tahun. Hal ini disampaikan dalam sambutan Allaster Cox Wakil Duta Besar Australia.

“Kami percaya bahwa kesetaraan gender akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada hasil pembangunan yang lebih baik. Ketika perempuan memiliki kesempatan yang sama dan mempunyai posisi dalam pengambilan keputusan mereka memberikan keragaman ide ini dapat meningkatkan produktivitas. Harapan kami, kerja sama ini dapat terus berlanjut dalam agenda penting bersama tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan berikutnya.” Ungkap Allester Cox diakhir sambutannya.

Berbagai kegiatan dalam Program MAMPU tentunya telah menghasilkan produk pengetahuan pembelajaran dan praktik baik yang membawa perubahan dan dampak positif di berbagai tingkatan baik individu, masyarakat pemerintah desa dan pemerintah daerah. Pengelolaan pengetahuan dari produk-produk yang dihasilkan oleh Pogram MAMPU sangat penting. Data dan informasi pendekatan yang inovatif, praktik baik dan berbagai pembelajaran yang telah dihasilkan MAMPU dapat menjadi aset yang sangat berharga.

Dalam konferensi ini, seluruh mitra Program MAMPU berkesempatan untuk berbagi pengalaman, cerita menginspirasi, pembelajaran serta capaian yang telah diperoleh, ke dalam beberapa sesi dialog.

Perjalanan MAMPU dalam Meningkatkan Kapasitas dan Kesiapan Organisasai Perempuan Akar Rumput

Ibu Misiyah, Direktur Kapal Perempuan berbagi cerita mengenai keberhasilan Sekolah Perempuan sebagai salah satu model pemberdayaan perempuan khususnya perempuan di akar rumput yang bertujuan memperkuat kesadaran kritis, kepekaan, membangun solidaritas dan komitmen untuk melakukan perubahan. Sejumlah capaian telah diraih diantaranya data gender yang digunakan sebagai penyusunan kebijakan, berhasil mendorong 146 kebijakan di tingkat desa dan kabupaten untuk isu-isu perkawinan anak, KDRT, dan perlindungan sosial.

Ibu Dina Lumbantobing, Koordinator Konsorsium Permampu, mengangkat pendekatan penguatan ekonomi sebagai salah satu upaya menghentikan pemiskinan perempuan yang dapat mendorong pemberdayaan perempuan melalui Credit Union. Credit Union (CU) bukan semata-mata penguatan ekonomi, namun menjadi penguatan politik perempuan akar rumput. Jumlah saham Credit Union saat ini sebesar 64,6 miliar, dengan 589 kelompok dan beranggotakan 23.610 orang. Kelompok-kelompok ini diberi pendidikan politik sehingga beberapa dari mereka berani maju untuk pemilihan kepala desa, menjadi panitia pemilihan, wakil di DPRD, anggota DPD.

Isu pekerja rumahan menjadi fokus yang dikerjakan oleh BITRA dan Yasanti, Ibu Rusdiana (Direktur Eksekutif BITRA) menyampaikan BITRA dengan dukungan Program MAMPU membentuk Jaringan Pekerja Rumahan Indonesia (JPRI) untuk menyuarakan aspirasi pekerja rumahan yang akan menguatkan pengaruh pekerja rumahan di tingkat daerah maupun nasional. Saat ini BITRA memiliki anggota sebanyak 6000 orang yang tersebar di 7 provinsi yaitu Sumut, DIY, DKI, Banten, Jateng dan Jatim. Senada dengan BITRA, Yasanti juga melakukan  pengorganisasian pekerja rumahan di Jawa Tengah dan DIY, sebagian besar dari pekerja rumahan ini adalah mantan pekerja industri, karena faktor keluarga mengundurkan diri dan menjadi pekerja rumahan. Memfasilitasi terbentuknya serikat, melakukan pengorganisasian, penyadaran pendataan, pengkajian permasalahan terutama tidak adanya hubungan kerja yang jelas.

Memperkuat Suara dan Pengaruh: Perempuan Mentransformasi Narasi Pemberdayaan

Yayasan BaKTI yang diwakili oleh Muhammad Yusran Laitupa, Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI berkesempatan berbagi pengalaman upaya BaKTI memperkenalkan metode Reses Partisipatif bagi Anggota DPRD. Reses Partisipatif adalah metode reses yang partisipatif dan berperspektif gender. Penggunaan istilah 'partisipatif' pada Reses Partisipatif merujuk pada metode, peserta, dan tempat. Dengan demikian, Reses Partisipatif menggunakan pendekatan partisipatif dalam bentuk diskusi kelompok atau diskusi kelompok terfokus/terarah (Focus Group Discussion/FGD). Dalam Reses Partisipatif, penting untuk memastikan peserta mewakili sebanyak-banyaknya unsur dalam masyarakat, dilaksanakan di tempat yang nyaman dan suasana yang tidak formal. Reses Partisipatif menjadi salah satu instrumen yang sangat efektif untuk menjalankan fungsi penganggaran, legislasi dan pengawasan. Melalui pendampingan yang dilakukan BaKTI kepada para anggota DPRD adalah lahirnya 7 Peraturan Daerah perlindungan anak dan perempuan dan Perda tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan.

Lily Danes, Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan mengangkat tantangan dan harapan dalam mendorong RUU PKS . Tantangan utama bagaimana menerjemahkan pengetahuan dan pengalaman korban kekerasan seksual menjadi kebijakan, komitmen politik yang sangat bergantung pada dinamika, basis data yang harus diperkuat dan sulitnya menjaga energi gerakan juga adalah tantangan berikutnya. Terakhir adanya harapan yang datang dari tokoh agama untuk mendiskusikan diskursus kitab yang menopang atau inisiatif dari para seniman merupakan energi baru bagi Gerakan.

“Migrant Care yang berfokus pada upaya mengadvokasi para buruh Migran dengan mendorong perbaikan undang-undang perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Migrant Care juga menggandeng organisasi pekerja migran Indonesia yang berada di luar negri untuk terus menyuarakan bagaimana urgensi pembaharuan undang-undang lama”, Ungkap Wahyu Susilo, Direktur Migrant Care.

Bersama dengan JPRI yang dibentuk BITRA, TURC mendorong dan mengadvokasi hadirnya regulasi di level Kementerian Ketenagakerjaan tentang perlindungan pekerja rumahan. Para pekerja rumahan mayoritas adalah perempuan miskin. TURC mencoba mengarahkan mereka dengan melakukan pemetaaan hasil-hasil produksi yang selama ini sudah dikelola dan merupakan kearifan lokal atau produk unggulan wilayah mereka masing-masing. TURC mendampingi mereka dalam pemasarannya dengan menggunakan platform e-commerce agar pangsa pasar mereka lebih luas. Hal ini disampaikan oleh Andriko Otang, Direktur TURC.

Koalisi Perempuan Indonesia, telah lama mengadvokasi perubahan UU perkawinan, di luar isu perkawinan anak. Sejak tahun 2017 setelah membuat kajian dan rekomendasi hukum yang diajukan Kementerian terkait, bersama dengan jaringan bernama Koalisi 18+, KPI mengajukan judicial review kedua. Walau Judicial Review kedua ini berhasil diterima walau sebagian, parlemen mengetuk palu mengubah batas usia perkawinan menjadi 19 tahun di akhir tahun 2019.

Meningkatkan Akses Perempuan ke Layanan Menuju Pembangunan berkelanjutan dan Insklusif.

Isu kesehatan reproduksi adalah isu yang marginal karena fungsi reproduksi melekat pada diri perempuan, mengandung ketabuan, banyaknya mitos baik dari sisi agama, intepretasi agama dan budaya. Hal ini menjadi tantangan yang berat, untuk membangun kesadaran pada perempuan bahwa perempuan itu memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara terkait kesehatan reproduksinya. Aisyiyah yang diwakili oleh Ibu Tri Nasturi Nur Rochimah menyampaikan, Aisyiyah dalam melakukan edukasi, dilakukan pendekatan komprehensif dan partisipatif. Membongkar kesadaran perempuan berhak hidup sehat, berhak mendapatkan informasi yang terkait dengan Kesehatan reproduksinya. Aisyiyah juga melakukan pendekatan kepada para suami yang menjadi mitra perempuan untuk mendorong dan mendukung perempuan ketika menjalankan peran reproduksinya. Sedangkan Yayasan Kesehatan Perempuan bersama 15 organisasi masyarakat sipil lainnya yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Peduli Kesehatan (JP2K) bergerak bersama untuk mengatasi kesehatan reproduksi. Ungkap Ibu Herna Lestari, Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan.

Pada sesi ini, Ibu Nina Zulminarni Direktur Yayasan PEKKA menyampaikan pencapaian PEKKA yang didukung oleh Program MAMPU yaitu Klik Pekka. Klik Pekka adalah suatu inisiatif atas keprihatinan masyarakat yang tereksklusi dari layanan perlindungan sosial oleh karena tidak tercatatnya mereka dalam data nasional. Termasuk Perempuan kepala keluarga dan kelompok disabilitas.

Forum Pengada Layanan (FPL) adalah mitra strategis Komnas Perempuan. FPL mendirikan komunitas-komunitas untuk melakukan diskusi, membedah diskriminasi mempelajari bagaimana pemenuhan hak perempuan.  Champion dari masing-masing komunitas tersebut dilatih untuk menjadi paralegal komunitas yang akan menjangkau para perempuan korban kekerasan di tingkat basis kawan-kawan komunitas bisa lebih merakyat dalam upayanya menangani kekerasan terhadap perempuan di masyarakat.

Dari program ini dipetik pelajaran utama yaitu perlunya keberlanjutan dengan penguatan dan menggunakan jaringan organisasi masyarakat sipil yang telah ada. Selain itu pentingnya kerja kolaborasi atau kerja kolektif, kolaborasi yang tercipta mungkin tidak akan terlihat hasilnya dalam waktu dekat namun percaya suatu hari nanti kita akan menjemput kesetaraan dan mewujudkan dunia yang ramah bagi perempuan karena “Perempuan Mampu, Indonesia Maju”.